Rabu, 23 Juli 2014

Dengan Memberdayakan Kecerdasan Spiritual Belajar Dari Kesuksesan Dan Kegagalan

PENDAHULUAN Setiap usaha untuk mengetahui mengapa orang berperilaku seperti yang dilakukannya dalam organisasi, memerlukan pemahaman tentang perbedaan individu. Manajer memerlukan waktu untuk mengambil keputusan tentang kecocokan antara individu, tugas pekerjaan, dan efektifitas. Penilaian seperti itu lazimnya dipengaruhi oleh karakteristik manajer dan bawahannya. Pengambilan keputusan tentang siapa akan melaksanakan tugas apa dengan cara tertentu tanpa mengetahui perilaku dapat menimbulkan persoalan jangka panjang yang tak dapat diubah lagi.Setiap pegawai mempunyai perbedaan dalam banyak hal. Seorang manajer harus mengetahui perbedaan tersebut mempengaruhi perilaku dan prestasi bawahannya. Dennan begitu para menejer harus mampu memuaskan kebutuhan individu untuk proses pemberian motivasi (dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Menjadi seorang pemimpin harus bersiap terjun dalam setiap masalah yang ada dalam organisasi,sehingga setiap masalah dapat terencana dan mampu diselesaikan dengan baik. Menejer dikategorikan sebagai pemecah masalah dalam organisasinya dengan itu menejer hatus mampu mengambil keputusan secara tepat dan akurat,sehingga menghasilkan keputusan yang berbobot yang bisa diterima dan diakui bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada relasi sesama. Menejer berperan penting dalam terbentuknya tim yang kokoh pada organisasi yang akan memajukan organisasi tersebut sehinggan tujuan organisasi dapat tercapai dengan hasil yang direncanakan.Terbetuknya tim yang kokoh harus memiliki dasar yang penting dalam setiap anggota organisasi yaitu kepercayaan yang harus di bangun dalam sebuah tim yang bersumber dari beberapa arah.kesepakatan dibuat untuk mengatur perilaku seseorang maupun sekelompok orang agar tercipta harmoni dalam rangka mencapai tujuan bersama. Kerja sama dan dukungan untuk membangun komitment di dalam sebuah tim kerja, karena kita semua percaya bahwa tidak ada satupun manusia yang sempurna. Untuk menggenggam tugas dalam memahami variabel individu,memotivasi,pengambilan keputusan dan membangun tim yang kokoh diperlukan seorang menejer yang memiliki kecerdasan transformasional yang menguasai kecerdasan intelektual,kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang tinggi agar organisai tersebut terus berkembang dan menghasilkan perencanaan baru serta karya yang baru. MEMAHAMI VARIABEL INDIVIDU Homo homini socius bahwa manusia adalah makhluk sosial. Psikologi adalah studi tentang perilaku manusia. Psikologi sosial membahas bagaimana individu/kelompok dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku orang lain. Psikologi keorganisasian secara khusus membahas perilaku manusia dalam lingkungan keorganisasian dan meneliti pengaruh organisasi terhadap individu dan pengaruh individu terhadap organisasi. Sosiologi berusaha memberikan arti dan menguraikan perilaku kelompok dan berusaha keras mengembangkan perumusan tentang sikap manusia, interaksi sosialnya, dan kebudayaannya. Antropologi memberikan pengetahuan dan konsep yang luas tentang kebudayaan manusia, bagaimana perilaku sosial, teknis, dan keluarga. Keith Davis dan John W Newstrom (1993) : empat asumsi dasar memahami manusia : 1. Perbedaan individu, manusia dilahirkan membawa keunikan masing-masing. Dengan memahami perilaku tertentu seseorang, kita akan memahami dan mencari variable penyebab perbedaan prestasi individu. Variabel yang mempengaruhi perilaku individu a.l. : a)variable fisiologis (fisik dan mental), b)variable psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi), c)variable lingkungan (keluarga, kebudayaan, kelas sosial). Gibson, dkk tentang perilaku individu : (a)perilaku timbul karena ada stimulus atau motivasi, (b)perilaku diarahkan kepada tujuan, (c)perilaku yang terarah pada tujuan dapat terganggu oleh frustasi, konflik, dan kecemasan. 2. Orang seutuhnya, seorang manusia perlu dilihat secara utuh, bukan sepotong-sepotong, karena dapat menyesatkan pandangan orang terhadapnya. 3. Perilaku termotivasi, sebab mengapa seorang karyawan bekerja lebih baik daripada karyawan lain? Gibson, dkk : a.l. sebab beda kemampuan, naluri, imbalan intrinsik, dan ekstrinsik, tingkat aspirasi dan latar belakang seseorang. Campbell dkk (1970) : motivasi berkaitan dengan (a)arah perilaku, (b)kekuatan respon, setelah memilih mengikuti tindakan tertentu, (c)ketahanan perilaku, berapa lama terus-menerus berperilaku tertentu. 4. Martabat/nilai manusia, unsur manusia perlu dibedakan dari unsur lain. Miftah Thoha : perbedaan karakteristik manusia, beda pengetahuan, kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, pengharapan, dll. Masalah yang paling vital dalam organisasi yang menjadi tantangan manajer adalah : manusia dan perilakunya. Tiga pendekatan dalam memahami terjadinya perilaku : 1. Pendekatan Kognitif Pengenalan cenderung bersifat individual. Sumber teori = Psikologi. Littlejohn (1992) : kaitan antara stimuli (S) yang berfungsi sebagai masukan (input) dan jawaban/respon (R) berupa perilaku yang berfungsi sebagai keluaran (output), ada pemrosesan informasi. Miftah Thoha (1983) : perilaku tersusun secara teratur. Ada rangsangan/pemrosesan untuk mengetahui/mengenal (cognition), lalu dijawab dengan perilaku. 2. Pendekatan Kepuasan Adanya faktor dalam diri yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain), dan menghentikan (stop) perilaku. Abraham H. Maslow, teori hierarki kebutuhan : a)manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda yang ingin dipenuhinya, b)kebutuhan yang mendesak dipenuhi lebih dulu, itulah yang menyebabkan orang berperilaku, c)kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak lagi menjadi pendorong perilaku. Dikenal dengan 5 jenjang kebutuhan : 1)kebutuhan fisiologis (makan, minum, tempat tinggal, seks, dll) 2)keselamatan dan keamanan 3)afiliasi, sosial, dan cinta 4)Penghargaan/status 5)Aktualisasi diri. Catatan penting dalam teori ini : a)asumsi, manusia mempunyai kebutuhan untuk berkembang dan maju, b)adanya kebutuhan tingkat tinggi, yaitu Penghargaan dan Aktualisasi Diri, c)kebutuhan yang belum dipenuhi sama sekali dapat menimbulkan kesulitan bagi manajer, berupa frustasi, konflik, dan tekanan intern. 3. Pendekatan Psikoanalitik Pendekatan ini menunjukkan bahwa perilaku manusia dikuasai kepribadian dan personalianya. a. Einstein : mengapa dasar pembawaan halus dan gerak hati manusia dapat menimbulkan perilaku agresif? karena keterbatasan pengendalian dirinya? b. Sigmund Freud (pelopor psiko-analis) : menjawab surat Einstein : manusia mempunyai naluri/instict yang mudah menyulut semangat berperang, naluri untuk menghancurkan, ada 2 pendorong kehidupan manusia : (1)Eros = naluri untuk hidup, kecenderungan untuk bersatu, penjagaan diri, seks, dan cinta. (2)Thanatos = harapan kematian yang menghimpun manusia ke arah kehancuran. Ada mekanisme pertahanan untuk menyesuaikan keinginan sebagai kenyataan eksternal dan nilai-nilai internal (kesadaran). 3 unsur yang menimbulkan konflik (a)id (das-es) : mendasarkan pada kesenangan, tidak rasional, impulsive, condong pada apa yang dirasa baik, (b)ego (das-ich) : logika, yang mungkin/tak mungkin, patut/tidak, jalan tengah, (c)superego (das-uberich) : alam ketidaksadaran manusia, hati nurani, moral, nilai-nilai individu, condong pada yang dirasa benar. c. Gibson dkk : sikap adalah kesiap-siagaan mental yang diorganisasi dengan pengalaman, tanggapan orang lain, objek dan lain-lain yang bersifat tetap dan berubah, tergantung tingkat pemahaman terhadap lingkungan. Sikap menentukan perilaku sebab sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, belajar, dan motivasi. Kepribadian dipengaruhi faktor budaya dan sosial; (1)kepribadian adalah keseluruhan yang terorganisasi bila tidak maka individu tidak mempunyai arti, (2)pola-pola kepribadian dapat diamati dan diukur, (3)kepribadian memiliki dasar biologis yang berkembang dan berubah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya, (4)kepribadian punya segi-segi yang dangkal (ingin menguasai) dan inti yang lebih dalam (sentimen, perasaan wewenang), (5)kepribadian mencakup ciri yang umum dan khas, tiap orang berbeda tapi ada hal-hal yang sama. d. Porter / Samovar : isi dan pengembangan sikap dipengaruhi kepercayaan & nilai-nilai yang dianut. e. Solomon E Asch : semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, yaitu informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sikap pada seseorang/sesuatu tergantung "citra" kita pada itu. Citra diperoleh dari sumber-sumber informasi. f. Leon Festinger : Disonansi Kognitif : suatu keadaan bila terjadi ketidaksesuaian antara komponen kognitif dan komponen perilaku, yaitu suatu bentuk yang tidak konsisten dan tidak disenangi sehingga orang itu mengurangi disonansi untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kesenjangan antara sikap dan perilaku adalah karena tidak ada konsistensi antara sikap yang tersembunyi dan perilaku yang terbuka. g. Russel G Geen (1976) ingin menjawab, bagaimana orang bereaksi terhadap tekanan hidup, mengatasi, dan apa yang terjadi bila penyelesaian itu tidak efektif. Kepribadian adalah seperangkat perilaku yang membentuk karakter respon seseorang terhadap situasi dan waktu tertentu. h. Salvatore R Maddi (1980) : Kepribadian adalah ciri yang relatif mantap, kecenderungan dan perangai yang dibentuk dari faktor keturunan, lingkungan, sos-bud. Kekuatan-kekuatan yang membentuk kepribadian : 1.keturunan 2.kebudayaan 3.hubungan keluarga 4.kelas sosial, kelompok dll.

Cara Mengatasi dan menangani Konflik Berorganisasi

Kemampuan untuk menghadapi dan menangani konflik adalah salah satu kunci sukses manajerial dalam satu organisasi. Kapan saja kita berharap membuat perubahan, pasti ada potensi terjadinya konflik. Lagipula, kita tidak hanya harus menangani situasi dimana konflik antara diri kita sendiri dan satu atau lebih anggota staff lainnya, tetapi juga terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik atas diri kita atau, yang tersulit dari semuanya, untuk meletakkan arah tujuan di antara ladang “perpolitikan” dimana dua dari pesaing kita atau atasan kita terjebak dalam pergumulan ini. Konflik, dalam arti sebenarnya, merupakan suatu perbedaan pendapat yang terjadi dari kemungkinan dua atau lebih arah tujuan dan tindakan yang tidak hanya tidak dapat dihindari tapi juga sebagai suatu hal yang patut diperhitungkan dalam hidup. Yang justru membantu kemungkinan-kemungkinan yang berbeda yang sudah direncanakan sebagaimana mestinya, dan kemungkinan tujuan tindakan lainnya yang mungkin diartikan secara umum dari beberapa pilihan tindakan yang sudah diuji pada tahap awal sebelumnya atau bahkan sudah didiskusikan terlebih dahulu dari beberapa tindakan alternatif yang sudah dikenal. Kebanyakan konflik memiliki dua komponen yaitu rasional dan emosional, dan terletak di suatu tempat di sepanjang dua gambaran antara konflik kepentingan di satu sisi dan bentrokan kepribadian di sisi lain. Contohnya, ketika seorang penjual rumah mencari harga tertinggi, sementara pembeli berharap bisa membayar serendah mungkin.Ada juga gambaran konflik kepentingan antara atasan dan karyawan tentang gaji. Dari kedua contoh kasus konflik di atas, adalah dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan konflik – sebaliknya, jika tidak, pihak pertama, pasti tidak akan tercapai target penjualan yang diinginkan dan pasti juga tidak akan terjadi titik temu pada pihak kedua. Agar dapat terjadi solusi negosiasi yang sesuai dan yang diinginkan, maka: 1. Mendengarkan dan memahami dari masing-masing kebutuhan (jangan buang-buang waktu mengulang-ulang sudut pandang anda) – belajar untuk jujur – apa adanya. 2. Cari pertukaran; misalnya, adakah sesuatu yang bisa saya alihkan atau serahkan kepada pihak lain yang artinya lebih pada pihak mereka daripada “memberatkan “(membebani )diri sendiri? 3. Fokus pada isu dan kenyataan, serta hindari menilai konflik sebagai sesuatu yang terlalu pribadi. Namun, itu semua terlalu mudah bagi keinginan emosional untuk'mengalahkan perusak' pikiran menyelinap masuk dan, setelah itu, mungkin juga menyebar dari satu pihak ke pihak yang lain. Beberapa konflik berakar pada kepribadian para ‘kontestan', misalnya, seorang introvert (tertutup) mungkin membenci perilaku flamboyan seorang ekstrovert (terbuka); atau dua wakil kepala perusahaan dengan gaya manajemen yang berbeda mungkin merasa sulit untuk bisa saling bekerja sama.

TEORI KETERGANTUNGAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH

A. Teori ketergantungan Para Pendahulu teori ketergantungan berpendapat adanya perdebatan antara imperialisme dan kolonialisme yang berupaya memecahkan pertanyaan mengenai faktor yang menyebabkan ekspansi negara Eropa ke negara-negara Asia dan Afrika. Kelompok teori yang pertama yaitu teori God dalam teori ini diungkapkan bahwa awal ekspansi negara Eropa adalah keinginan mereka untuk menyebarluaskan agama mereka kepada peradaban-peradaban yang mereka anggap masih bar-bar. Dengan demikian mereka akan mendapat pahala dari agamanya karena berhasil membantu orang lain terbebas dari dosa dan siksa neraka. Teori kedua adalah kelompok teori Glory. Teori ini berpendapat bahwa orang Eropa melakukan ekspansi atau imperialisme karena kehausan mereka akan kekuasaan dan kebesaran. Tokoh utamanya adalah J.A Schumpeter yang mengatakan bahwa dorongan utama dari imperialisme dan kolonialisme adalah kehausan akan kekuasaan, karena tidak jarang dari negara-negara imperialisme mengalami kerugian dari segi ekonomi akibat ekspansi yang mereka lakukan. Imperialisme adalah manifestasi insting agresifisme pada diri manusia. Kecenderungan tanpa obyek yang jelas dari suatu negara untuk melakukan ekspansi, tetapi teori ini mendapat banyak kritik terutama disampaikan oleh Greene yang mengungkapkan bahwa dari fakta, orang-orang berperang untuk menguasai padang rumput yang lebih luas atau lahan yang lebih subur. Hal ini berarti definisi yang dikemukakan Schumpeter mengenai kecenderungan orang berperang semata-mata karena insting mereka untuk berperang tanpa obyek yang hendak di capai terpatahkan.